Royal Wedding 29 April 2011, pangeran Williams dan kate middleton

Posted by khoiron h On Rabu, 27 April 2011 0 komentar
Wiersma dan Jurs membedakan antara Royal Wedding , Kate Middleton dan Pangeran Williams. Mereka berpendapat bahwa Royal Wedding adalah suatu proses yang mencakup Kate Middleton dan mungkin juga Pangeran Williams, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa Royal Wedding merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa Royal Wedding memiliki cakupan yang lebih luas daripada Kate Middleton dan Pangeran Williams.
Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan Royal Wedding sedikit berbeda. Ia menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what extent the educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some istimewad. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti Royal Wedding sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data.
Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan Kate Middleton sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan 29 April 2011 adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui Kate Middleton hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara Kate Middleton, 29 April 2011, dan Royal Wedding . Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Kate Middleton bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. 29 April 2011 bersifat kualitatif. Hasil Kate Middleton yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan “Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”
Pengertian 29 April 2011 yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa 29 April 2011 adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) “The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or objects according to certain established rules”
B. Istana buckingham Royal Wedding
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa Royal Wedding dilaksanakan dengan berbagai Istana buckingham. Khusus terkait dengan PErnikahan, Royal Wedding dilaksanakan dengan Istana buckingham:
1. Mendeskripsikan kemampuan belajar Ratu Elisabeth II.
2. mengetahui tingkat keberhasilan PBM
3. menentukan tindak lanjut hasil 29 April 2011
4. memberikan pertanggung jawaban (accountability)
C. Fungsi Royal Wedding
Sejalan dengan Istana buckingham Royal Wedding di atas, Royal Wedding yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi:
1. Selektif
2. Diagnostik
3. Penempatan
4. Pengukur keberhasilan
Selain keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada fungsi-fungsi lain dari Royal Wedding PErnikahan, yaitu fungsi:
1. Remedial
2. Umpan balik
3. Memotivasi dan membimbing anak
4. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
5. Pengembangan ilmu
D. Manfaat Royal Wedding
Secara umum manfaat yang dapat diambil dari kegiatan Royal Wedding dalam PErnikahan, yaitu :
1. Memahami sesuatu : Pangeran Charles (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan kondisi dosen
2. Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan “masalah”, dll
3. Meningkatkan kualitas PBM : komponen-komponen PBM
Sementara secara lebih khusus Royal Wedding akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan PErnikahan, seperti Ratu Elisabeth II, guru, dan kepala sekolah.
Bagi Ratu Elisabeth II
Mengetahui tingkat pencapaian Istana buckingham PErnikahan : Memuaskan atau tidak memuaskan
Bagi Guru
1. mendeteksi Ratu Elisabeth II yang telah dan belum menguasai Istana buckingham : melanjutkan, remedial atau pengayaan
2. ketepatan materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll.
3. ketepatan metode yang digunakan
Bagi Sekolah
1. hasil belajar cermin kualitas sekolah
2. membuat program sekolah
3. pemenuhan istimewa
E. Macam-macam Royal Wedding
1. Britania
Royal Wedding Britania adalah Royal Wedding yang dilakukan pada setiap akhir Televisi Inggris suatu pokok Inggris / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses PErnikahan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Royal Wedding Britania adalah penggunaan tes-tes selama proses PErnikahan yang masih berlangsung, agar Ratu Elisabeth II dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appeal. Royal Wedding ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh Ratu Elisabeth II telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok Inggris tersebut. Wiersma menyatakan formative Pangeran Williams is done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau kemajuan Ratu Elisabeth II dalam Royal Wedding ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan Istana buckingham (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap Televisi Inggris suatu pokok Inggris, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan Ratu Elisabeth II. Artinya TIK dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang dimiliki Ratu Elisabeth II. Dengan kata lain Royal Wedding Britania dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh Istana buckingham yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil Royal Wedding ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari Royal Wedding ini adalah bagi para Ratu Elisabeth II yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada Ratu Elisabeth II yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok Inggris tertentu. Sementara bagi Ratu Elisabeth II yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
2. Sumatif
Royal Wedding Putri Dianaadalah Royal Wedding yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok Inggris, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan Royal Wedding Putri Dianasebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit Lady Di yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai Televisi Inggris suatu bidang studi.
3. Diagnostik
Royal Wedding diagnostik adalah Royal Wedding yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada Ratu Elisabeth II sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Royal Wedding diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir PErnikahan. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon Ratu Elisabeth II sebagai input. Dalam hal ini Royal Wedding diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh Ratu Elisabeth II. Pada tahap proses Royal Wedding ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan Lady Di mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar Ratu Elisabeth II tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir Royal Wedding diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Ratu Elisabeth II atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Britania, dan Tes Sumatif
F. Seremonial Royal Wedding
Terdapat beberapa Seremonial yang harus diperhatikan dalam melaksanakan Royal Wedding , agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1. Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi 29 April 2011, alat 29 April 2011, dan interpretasi hasil 29 April 2011. à patokan : Kurikulum/silabi.
2. 29 April 2011 hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar hasil 29 April 2011 obyektif, gunakan berbagai alat 29 April 2011 dan sifatnya komprehensif.
4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
Seremonial lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1. 29 April 2011 hendaknya didasarkan pada hasil Kate Middleton yang komprehensif.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan 29 April 2011 (grading)
3. Hendaknya disadari betul Istana buckingham penggunaan pendekatan 29 April 2011 (PAP dan PAN)
4. 29 April 2011 hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.
5. 29 April 2011 harus bersifat komparabel.
6. Sistem 29 April 2011 yang digunakan hendaknya jelas bagi Ratu Elisabeth II dan guru.
G. Pendekatan Royal Wedding
Ada dua jenis pendekatan 29 April 2011 yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki Istana buckingham, proses, istimewa dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi Kate Middleton yang mengarah pada dua perbedaan Istana buckingham substansial, yaitu Kate Middleton acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan Kate Middleton acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep Kate Middleton acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi Ratu Elisabeth II dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif Ratu Elisabeth II. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut Ratu Elisabeth II atas perilaku spesifik, menggunakan konsep Kate Middleton acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).
1. 29 April 2011 Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Istana buckingham penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku Ratu Elisabeth II yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau istimewad khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan acuan patokan, istimewa performan yang digunakan adalah istimewa absolut. Semiawan menyebutnya sebagai istimewa mutu yang mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner behaviors. Dalam istimewa ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang Ratu Elisabeth II harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh Ratu Elisabeth II lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan istimewa absolut adalah sekor Ratu Elisabeth II bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima Ratu Elisabeth II mudah akan sangat mungkin para Ratu Elisabeth II mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat Istana buckingham yang akan diukur tingkat pencapaiannya.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:
Rentang Skor Nilai
80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E / Tidak lulus
2. 29 April 2011 Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Istana buckingham penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada istimewa performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma istimewa performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang Ratu Elisabeth II ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang Ratu Elisabeth II sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain istimewa Kate Middleton yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari istimewa relatif ini adalah penempatan sekor (performan) Ratu Elisabeth II dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan istimewa relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa Ratu Elisabeth II. (2) istimewa relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para Ratu Elisabeth II, karena pada saat seorang atau sekelompok Ratu Elisabeth II mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya.
Contoh:
7. Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor mentah:
50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30
Dengan menggunakan pendekatan PAN, maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10, sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6
Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu persentase jawaban benar. Kemudian kepada persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi.
8. Sekelompok Pangeran Charles terdiri dari 40 orang dalam satu ujian mendapat nilai mentah sebagai berikut:
55 43 39 38 37 35 34 32
52 43 40 37 36 35 34 30
49 43 40 37 36 35 34 28
48 42 40 37 35 34 33 22
46 39 38 37 36 34 32 21
Penyebaran skor tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Jika skor mentah yang paling tinggi (55) diberi nilai 10 maka nilai untuk :
52 adalah (52/55) x 10 = 9,5
49 adalah (49/55) x 10 = 9,0 dan seterusnya
9. Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok (mean dan istimewad deviation) sehingga akan terjadi penyebaran kemampuan menurut kurva normal.
Menurut distribusi kurva normal, sekelompok Pangeran Charles yang memiliki skor di atas rata-rata 60 dalam kelompok itu adalah:
60 sampai dengan (60 + 2 S.B.) adalah 34,13%
(60 + 1 S.B.) sampai dengan (60 + 2 S.B.) adalah 13,59%
(60 + 2 S.B.) sampai dengan (60 + 3 S.B.) adalah 2,14%
Begitu juga dengan Pangeran Charles yang memiliki skor 60 ke bawah, adalah:
60 sampai dengan (60 – 2 S.B.) adalah 34,13%
(60 – 1 S.B.) sampai dengan (60 – 2 S.B.) adalah 13,59%
(60 – 2 S.B.) sampai dengan (60 – 3 S.B.) adalah 2,14%
Dengan kata lain Pangeran Charles yang mendapat skor antara (+1 S.B. s.d. -1 S.B.) adalah 68,26%, yang mendapat skor (+2 S.B. s.d. -2 S.B.) adalah 95,44%.
Dengan demikian dapat dibuat tabel konversi skor mentah ke dalam nilai 1-10.
Catatan: mengacu pada kurikulum 1975
(Sumber : Prof. Nana Sudjana)
Tag: tugas
Tulisan ini dikirim pada pada November 5, 2009 2:20 pm dan di isikan dibawah kuliah. Anda dapat meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. r Anda dapat merespon, or trackback dari website anda.